TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Belajar dan
Pembelajaran
Yang dibina oleh Dr. Wening Patmi Rahayu, S.Pd, M.M
Oleh :
Dyla Putry R. (110412406489)
Eni Syakurohmah (110412406514)
Lia Sepda K (110412406499)
Novrika R. (110412406505)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN
MANAJEMEN
PRODI STUDI
PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
September 2011
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH
SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah Belajar dan Pembelajaran ini sebagai tugas mata
kuliah yang dibimbing oleh Dr. Wening Patmi Rahayu, S.Pd, M.M
Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya dorongan dan bantuan
dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-NYA sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tua yang senantiasa memberi
dukungan moral, spiritual, maupun material sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
3. Dr.
Wening Patmi Rahayu, S.Pd, M.M selaku dosen pembimbing kami dalam pembuatan
makalah ini.
4. Teman-
teman dari off Q yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.
Seperti kata pepatah “ Tak Ada Gading Yang Tak Retak” begitu pula dengan
makalah ini, penulis menyadari bahwa sebagai seorang pemula, makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca serta semua pihak.
Malang, 28 September 2011
Penulis,
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dunia berkembang
begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa dikerjakan, mendadak
dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut. Agar kita tidak
tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka kita harus sadar
bahwa pendidikan itu sangat penting.
Banyak negara
yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun
semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat
penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan
masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci
keberhasilan suatu bangsa.
Tantangan dunia
pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar. Pembelajaran
yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai
karakteristiknya. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan
disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan kecemasan,
bisa marah di samping juga bisa gembira .
Bagi para guru,
salah satu pertanyaan yang paling penting tentang belajar adalah : Kondisi
seperti apa yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang diinginkan
dalam tingkah laku? Atau dengan kata lain, bagaimana bisa apa yang kita ketahui
tentang belajar diterapkan dalam instruksi?.
Manusia adalah
makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai
makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak
lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup
bersama. Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk
komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi.
Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses
interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi
dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak
disengaja.
1.2 Rumusan
Masalah
· Apakah
pengertian teori belajar Behaviorisme ?
· Siapa
saja tokoh-tokoh teori belajar Behaviorisme ?
· Bagaimanakah
aplikasi teori
belajar tersebut ?
1.3
Tujuan
1)
Agar kita memahamai tentang teori belajar Behaviorisme
2)
Untuk mengetahui bagaimana cara
menerapkan teori belajar Behaviorisme dalam pendidikan
3)
Mendiskripsikan aplikasi teori belajar
Behaviorisme
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar
Sebelum
merancang pembelajaran, seorang guru harus menguasai sejumlah teori atau
filsafat tentang belajar, termasuk beberapa pendekatan dalam pembelajaran.
Teori belajar tersebut sebagian sudah dikenal dalam pelaksanaan Kurikulum 1984,
Kurikulum 1994, dan Kurikulum 2004. Sebagian bahkan sudah dikenal dalam mata
kuliah tentang pendidikan dan pengajaran. Penguasaan teori itu dimaksudkan agar
guru mampu mempertanggungjawabkan secara ilmiah perilaku mengajarnya di depan
kelas.
Di
antara sekian banyak teori belajar, salah satunya adalah teori belajar behaviorisme. Teori belajar Behaviorisme
merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme
memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan
aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Dalam arti
teori belajar ini, lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini,
timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Teori belajar Behaviorisme sering
disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh
ganjaran atau reward dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang
erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpendapat
bahwa tingkah laku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar.
Ciri-
ciri teori Behaviorisme antara lain :
1. Bersifat
mekanistik
2. Menekankan
peranan lingkungan
3. Mementingkan
pembentukan reaksi atau respon
4. Menekankan
pentingnya latihan
5. Mementingkan
mekanisme hasil belajar
6. Mementingkan
peranan kemampuan
7. Hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan
Prinsip-prinsip
teori behaviorisme
·
Obyek
psikologi adalah tingkah laku
·
Semua
bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
·
Mementingkan
pembentukan kebiasaan
2.2
Tokoh- tokoh dalam teori Behaviorisme
Pelopor
aliran behaviorisme ini adalah John
Broadus
Watson. Melalui studi eksperimental, Watson menjelaskan konsep kepribadian
dengan mempelajari tingkah laku manusia yang mengacu pada konsep stimulus –
respons. Aliran behaviorisme ini menolak pandangan dari aliran pendahulunya,
yaitu aliran psikoanalisa yang memandang bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh
insting tak sadar dan dorongan-dorongan nafsu rendah. Kemudian muncul tokoh – tokoh lainnya seperti :
1) Ivan
Petrovich Pavlo (1849-1936)
Pada teori ini Ivan Petrovich Pavlo ini mengadakan
eksperimen dengan menggunakan seekor anjing. Anjing dikerangkeng dan setiap
saat tertentu diperdengarkan bunyi bel disertai penaburan bubuk daging ke dalam
mulutnya. Respon anjing adalah berupa keluarnya air liur dari mulutnya.
Perlakuan ini diulangi berkali-kali dan lama
kelamaan penaburan bubuk
dihilangkan, tetapi bunyi bel tetap diperdengarkan. Meskipun
bubuk daging tidak lagi ditaburkan
ternyata setiap mendengar bunyi bel, anjing tersebut tetap mengeluarkan air
liur dari mulutnya.
Berdasarkan
hasil eksperimen tersebut, Pavlov juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya
itu juga dapat diterapkan kepada manusia untuk belajar. Implikasi hasil
eksperimen tersebut pada kegiatan belajar manusia adalah bahwa belajar pada
dasarnya membentuk asosiasi antara stimulus dan respons secara reflektif,
proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.
Jelasnya,
aliran ini memandang bahwa hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku yang
terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu suatu proses yang
memberikan respons tertentu terhadap apa yang datang dari luar individu.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku dari stimulus yang diterimanya.
2).
Edward Lee Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal – hal lain yang dapat di tangkap melalui alat
indra. Sedangkan respon adalah reaksi yang di munculkan peserta didik ketika
belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud kongrit, yaitu
yang dapat di amati, atau tidak kongrit yaitu yang tidak dapat di amati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat di amati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme. Thorndike menemukan
beberapa hukum diantaranya :
Ø
Hukum
Kesiapan (Law Of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat
untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung di perkuat.
Ø
Hukum
Latihan
Semakin sering suatu tingkah laku di latih atau
digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat.
Ø
Hukum
Akibat
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung dperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
3).
Burrhus Frederic Skinner
Skinner
memulai penemuan teori belajarnya dengan kepercayaannya bahwa prinsip-prinsip
kondisioning klasik hanya sebagian kecil dari perilaku yang bisa dipelajari.
Banyak perilaku manusia adalah operant, bukan responden. Kondisioning klasik
hanya menjelaskan bagaimana perilaku yang ada dipasangkan dengan rangsangan
atau stimulus baru, tetapi tidak menjelaskan bagaimana perilaku operant baru
dicapai.
Operant
adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan
yang dekat. Tidak seperti dalam respondent conditioning (yang responsnya
didatangkan oleh stimulus tertentu), respons dalam operant conditioning terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer
(perangsang/hadiah).Reinforcer ini sendiri seseungguhnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning. Misalnya, jika seseorang telah belajar melakukan sesuatu lalu
mendapat hadiah sebagai reinforcer, maka ia akan menjadi lebih giat dalam
belajar.
4).
Edwin Guthrie
Azas
belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan
variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses
belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori
ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pembelajar harus dibimbing melakukan
apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan
tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.
5).
Clark Hull
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi
sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan)
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah
laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis.
2.3
Aplikasi
Teori
Behaviorisme
Aplikasi teori behaviorisme
dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioris mememandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasif,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan tidak terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan penngetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pembelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah
ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Teori
Behaviorisme merupakan sebuah teori yang mengutamakan pengalaman untuk mengubah
tingkah laku agar jauh lebih baik dari sebelumnya. Jadi semakin banyak
pembelajar belajar dengan menerapkan teori Behaviorisme maka pembelajar akan
semakin banyak memiliki pengalaman. Dan dengan pengalaman tersebut maka
pembelajar dapat megubah tingkah lakunya.
Aplikasi
dari teori Behaviorisme dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran,
sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Jadi apabila beberapa hal tersebut sudah terpenuhi
semua maka proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian.
3.2
Saran
Teori
behaviorisme ini tidak tepat jika diterapkan dalam pembelajaran masa kini
karena pada teori ini lebih menekankan sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan
aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Dalam arti
teori belajar ini, lebih menekankan pada tingkah laku manusia.
Pengertian,
prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para
pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan
pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori
belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang
berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang
berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
DAFTAR
RUJUKAN
https://www.msu.edu/~purcelll/behaviorism%20theory.htm
http://www.funderstanding.com/content/behaviorism
Dimyati
dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rinika Cipta.
Dimyati
dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pusat Perbukuan &
Rineka Cipta.
http://www.Teori%20Belajar%20Menurut%20Aliran%20Behaviorisme_%20Agama%20Islam%20-%20Pendidikan%20Agama%20Islam%20_%20tafsir%20_%20Psikologi%20~%20Artikel%20Agama%20Islam.mht
No Response to "TEORI BELAJAR BEHAVIORISME"
Posting Komentar